Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Bidang Manufaktur atau Pengecoran
A. Pengertian
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.
B. Tujuan
Dan Sasaran K3
Menciptakan suatu sistim
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.
Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970
Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970
Tentang : Keselamatan Kerja
1. Setiap
tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional
2. Setiap
orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya
3. Sahwa
setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien
4. Bahwa
berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja
5. Bahwa
pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
|
C. Bahaya
di Tempat Kerja: Pengecoran Logam
Tentunya kita sudah sangat familiar
dengan benda-benda berbahan logam di sekitar kita. Mulai dari spare-part
otomotif sampai berbagai alat dan mesin. Benda-benda ini dibentuk (atau lebih
tepatnya dicetak) melalui proses pengecoran logam.
Praktek pengecoran logam (atau
dikenal juga dengan istilah foundry) telah lama mendapat banyak perhatian
praktisi di bidang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), tidak lain karena
banyaknya hazard atau sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja
atau PAK (Penyakit Akibat Kerja). Artikel berikut akan mengulas secara singkat
bahaya yang terdapat di lingkungan kerja ini.
D. Proses
pengecoran logam
Sebelum menilai paparan sumber
bahaya pada suatu tempat kerja, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu
proses yang terkandung di dalamnya. Praktek dalam proses pengecoran logam telah
banyak berubah dari tahun ke tahun, namun secara umum tahapan-tahapannya masih
sama. Secara sederhana, tahapan yang dimaksud meliputi alur sebagai
berikut:
1. Moulding
(pencetakan), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam
menjadi bagian luar dari bentuk yang diinginkan.
2. Coremaking
(pembuatan inti), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk
logam menjadi bagian inti dari bentuk yang diinginkan.
3. Melting
(pencairan, yaitu proses pencairan dan penuangan logam ke dalam cetakan (atau
mould) yang sudah disiapkan.
4. Cleaning
(pembersihan), yaitu proses pembersihan dan pengeluaran logam yang sudah
dicetak.
E. Sumber
bahaya
Tingkat bahaya yang dijumpai di
lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya
termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran
benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem
ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain.
Sumber bahaya terhadap kesehatan di
proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua:
1. Bahaya
dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal,
carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.
2. Bahaya
dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim
panas.
F. Penyakit
Akibat Kerja (PAK)
Melalui berbagai penelitian, baik
epidemiologi atau eksperimental, telah diketahui beberapa penyakit yang
dicurigai berhubungan dengan proses pengecoran logam yaitu :
1. Penyakit
saluran pernafasan
Termasuk diantaranya yang paling
umum adalah pneumoconiosis, bronchitis, dan kanker paru. Penyakit-penyakit ini
dihubungkan dengan paparan terhadap debu silica, dan debu metal/non metal lain
yang terhirup selama bekerja. Debu-debu ini apabila terhirup dalam waktu yang
lama akan berakumulasi dalam paru dan merangsang proses inflamasi. Akumulasi
debu ini bersifat fibrogenik – merangsang pembentukan jaringan ikat, dan pada
tingkat lanjut bisa bersifat karsinogenik – merangsang pembentukan sel kanker.
2. Penyakit
diluar saluran pernafasan
Termasuk diantaranya intoksikasi
Timbal (Pb), karbon monoksida, dan Beryllium (Berylliosis).
3. Thermal
Stress
Stress tubuh akibat suhu tinggi
yang dihasilkan proses pengecoran logam.
4. Gangguan
pendengaran
Merupakan akibat dari tingginya
tingkat kebisingan terutama yang berasal dari mesin-mesin. Tanpa kontrol yang
baik, tingkat kebisingan dapat mencapai 85 – 120 dBA; nilai ini diatas NAB
(Nilai Ambang Batas) 85 dB yang diperbolehkan.
5. Gangguan
muskuloskeletal
Sebagai akibat dari posisi tubuh
yang salah atau tuntutan aktivitas fisik yang berat selama bekerja.
6. Sindrom
akibat getaran
Dikenal dengan istilah Raynaud’s
Phenomenon of Occupational Origin. Penyakit ini timbul akibat penggunaan
alat-alat yang bergetar dalam jangka waktu yang lama.
G. Kecelakaan
Kerja
Selain berpotensi menyebabkan PAK,
proses pengecoran logam juga menempatkan pekerja dalam posisi yang rentan
terhadap kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja di tempat pengecoran logam dapat
terjadi akibat:
1.) pekerjaan manual
2.) penggunaan mesin
3.) permukaan tempat kerja atau
jalan
4.) benda asing yang mengenai mata
5.) paparan dengan benda panas.
KESELAMATAN KERJA DIBIDANG
ASSEMBLY.
1. Pengertian
Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.
2. Tujuan Dan Sasaran K3
Menciptakan suatu
sistim keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan efektif.
Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970
Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970
Tentang : Keselamatan
Kerja
1.
Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional
2.
Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya
3.
Sahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
effisien
4.
Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja
5.
Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
3. Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Perakitan Komputer
1. APD (Alat Pelindung Diri) dalam Merakit PC
a. Wearpack Standar : Untuk melindungi tubuh kita
terimbas oleh kecelakaan, maka kita harus menggunakan pakaian kerja (wearpack)
yang standar
b. Sepatu dari Karet Warna
Hitam : Untuk menghindari sengatan listrik.
c. Gelang Antistatik :
Gelang antistatik (bahasa Inggris: antistatic wrist strap, ESD wrist strap,
atau ground bracelet) adalah alat yang digunakan untuk mencegah pengosongan
elektrostatik (Bahasa Inggris: electrostatic discharge, yang disingkat ESD)
dengan membumikan (grounding) seseorang yang sedang mengerjakan alat
elektronika.
Fungsi
dari Gelang Anti Statis :
·
Memperlambat/mencegah terjadinya kerusakan pada komponen-komponen PC.
· Mencegah
tersengat aliran listrik sa'at memperbaiki PC
2.
Tips Keamanan keselamatan Kerja (K3) dalam Merakit PC
Sebelum merakit sebuah PC ada beberapa tips yang perlu diperhatikan dalam menunjang Keamanan keselamatan Kerja (K3) dalam Merakit PC, diantaranya adalah:
Sebelum merakit sebuah PC ada beberapa tips yang perlu diperhatikan dalam menunjang Keamanan keselamatan Kerja (K3) dalam Merakit PC, diantaranya adalah:
a.
Hindari merakit dalam keadaan berkeringat, karena kemungkinan keringat akan
menetes keperalatan yang sedang kita rakit tanpa kita ketahui, lalu saat kita
menyalakan power supply maka terjadilah hubungan pendek dan merusak hasil
rakitan kita.
b.
Hindari memegang atau meyentuh langsung kaki prossesor yang ada termasuk chipset.
Karena dikhawatirkan adanya listrik statis yang dimiliki tubuh kita akan
merusakkomponen tersebut. Untuk mencegah hal ini kita harus meng-ground-kan
tubuh kita dengan cara memengang cassing saat power dihidupkan.
c.
Pada setiap tahap perakitan sebalum menambahkan komponen yang baru, power
suplly harus dimatikan. Memasang komponen pada saat power supply hidup akan
merusak komponen yang akan di pasang dan komponen lainnya.
d.
Jangan lupa menyiapkan peralatan dan bahan-bahan sebelum memulai perakitan,
agar seluruh kegiatan perakitan tidak terhambat pada kemungkinan kurangnya
peralatan yang ada.
e.
Hindari pemasangan komponen harddisk dengan kasar, karena dapat merusak
harddisk tersebut.
3. Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Listrik
Penolong harus
mengamankan diri dahulu untuk mengindarkan pengaruh arus listrik, berada pada
papan kering, kain kering, pakaian, alas yang serupa itu yang bukan logam
(kayu, karet). Jika tidak mungkin kedua tangan penolong dibalut dengan kain
kering, pakaian kering atau bahan serupa itu (kertas, karet).
Pada saat
memberikan pertolongan, penolong harus menjaga diri agar tubuhnya jangan
bersentuhan dengan benda logam.
a. Cara membebaskan
penderita dari aliran listrik
· Penghantar
dibuat bebas dari tegangan dengan memutuskan sakelar atau gawai pengaman,
penghantar ditarik sampai terlepas dari penderita dengan menggunakan benda
kering bukan logam, kayu atau tali yang diikat pada penghantar.
· Penderita
ditarik dari tempat kecelakaan.
· Penghantar
dilepas dari tubuh penderita dengan tangan yang dibungkus dengan pakaian
kering yang dilipat-lipat.
· Penghantar
dihubungpendekan atau dibumikan.
b. Berikan pertolongan medis
secepatnya.
4. Persiapan Alat dan Komponen
Biasanya
untuk merakit sebuah komputer dibutuhkan peralatan-peralatan yang sesuai dan
juga peralatan yang bisa menjaga keselamatan. Berikut adalah alat-alat yang
digunakan untuk merakit komputer:
· Obeng (+)
dan (-) atau satu set perlengkapan obeng: Digunakan untuk memasang
komponen-komponen yang akan diletakkan pada casing komputer dengan memasangkan
baut pada masing-masing komponen.
· Pinset:
Digunakan untuk mengambil baut atau kabel yang sangat kecil maupun tipis.
· Tang:
Digunakan untuk mencabut komponen yang sangat sulit diambil.
· Driver
Disk: Digunakan untuk menginstal software dari beberapa perangkat
keras yang terpasang pada motherboard agar penggunaan komputer menjadi
optimal.
·
Operating System Disk: Digunakan untuk menginstal software sistem
operasi yang akan digunakan untuk menjalankan komputer.
·
Power supply tester: Digunakan untuk mengetes fungsi dari power supply,
apakah power supply tersebut dapat digunakan atau rusak.
Tespen / AVO meter: Digunakan untuk mengecek aliran listrik pada komponen-komponen penyusun komputer.
Tespen / AVO meter: Digunakan untuk mengecek aliran listrik pada komponen-komponen penyusun komputer.
· Sarung
tangan: Untuk menghindarkan tangan kita jika terdapat arus listrik.
· Masker:
Untuk melindungi wajah kita dari debu atau benda-benda lain yang membahayakan
wajah kita.
· Buku
manual: Sebagai panduan mengenai fungsi dari masing-masing komponen atau cara
pemasangannya.
· Alas kaki:
Untuk melindungi kita dari sengatan listrik dengan adanya alas kaki yang
membuat tubuh kita tidak secara langsung menyentuh tanah.
· Apron:
Sebagai pelindung pakaian kita dari kotor yang kemungkinan terjadi pada saat
melakukan perakitan komputer.
· Wearpack
atau pakaian khusus: merupakan pakaian khusus yang digunakan pada saat
melakukan pekerjaan seperti di pabrik.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pertambangan
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan industri besar diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan industri besar diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.
- Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
- Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
- Faktor Personil
- Kelemahan Pengetahuan dan Skill
- Kurang Motivasi
- Problem Fisik
- Faktor Pekerjaan
- Standar kerja tidak cukup Memadai
- Pemeliharaan tidak memadai
- Pemakaian alat tidak benar
- Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
- Tindakan Tidak Aman
- Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
- Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
- Posisi kerja yang salah
- Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
- Kondisi Tidak Aman
- Tidak cukup pengaman alat
- Tidak cukup tanda peringatan bahaya
- Kebisingan/debu/gas di atas NAB
- Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich
Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan Prosentasenya:
- Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
- Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
- Diluar kemampuan manusia (2%)
C.
Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
D. Kecelakaan Kerja Tambang
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
D. Kecelakaan Kerja Tambang
- Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan yang berasal
dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir, dan lempung
sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi
serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan terjadinya kebakaran atau
oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan
yang mudah terbakar yang bernama batubara.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
- Pengertian Kerja tambang
Pengertian adalah Setiap tempat
pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan pekerjaan
penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi,
pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk
sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik
berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.
- Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
- Kecelakaan Benar Terjadi
- Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
- Akibat Kegiatan Pertambangan
- Pada Jam Kerja Tambang
- Pada Wilayah Pertambangan
- Penggolongan Kecelakaan tambang
- Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas
semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
- Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas
semula lebih dari 3 minggu.
- Berdasarkan cedera korban, yaitu :
- Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan bawah/atas, paha/kaki
- Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
- Luka berat, terkoyak
- Persendian lepas
- Berdasarkan penelitian heinrich:
- Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
- Alat pelindung diri (12%)
b. Posisi kerja
(30%)
c. Perbuatan seseorang (14%)
d. Perkakas (equipment) (20%)
e. Alat-alat berat (8%)
f. Tata cara kerja (11%)
g. Ketertiban kerja (1%)
c. Perbuatan seseorang (14%)
d. Perkakas (equipment) (20%)
e. Alat-alat berat (8%)
f. Tata cara kerja (11%)
g. Ketertiban kerja (1%)
- Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.
- E. Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja
- Manajemen K3
- Pengorganisasian dan Kebijakan K3
- Membangun Target dan Sasaran
- Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
- SOP
Prosedur kerja standar adalah cara
melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang sama secara
paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di
manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan
secara benar, efisien dan aman
- Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
- Inspeksi dan Pengujian K3
- Komunikasi K3
- Pembinaan
- Investigasi Kecelakaan
- Pengelolaan Kesehatan Kerja
- Prosedur Gawat Darurat
- Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan
sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal dan terwujudnya
“ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .
- Pedoman Peraturan K3 Tambang
- Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang
- UU No. 11 Tahun 1967
- UU No. 01 Tahun 1970
- UU No. 23 Tahun 1992
- PP No. 19 Tahun 1970
- Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
- Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
- Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
- Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
- Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
- Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
- Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000
F.
Sistem manajemen k3 di pertambangan
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
- Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
- Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
- Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
- Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan
dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan
potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan
identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure
(SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi.
Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi
resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk
dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini
ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan
rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas.
Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
- Menimalkan kerugian yang lebih besar
- Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
- Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai
kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas
perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus
dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah
tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan
ledakan adalah :
- Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
- Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
- Karakteristik gas
- Sumber pemicu kebakaran/ledakan
- Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
- Pengukuran konsentrasi gas
- Pengontrolan sistem ventilasi tambang
- Pengaliran gas (gas drainage)
- Penggunaan alat ukur gas
- Penyiraman air (sprinkling water)
- Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
- Teknik pencegahan ledakan tambang
- Penyiraman air (water sprinkling)
- Penaburan debu batu (rock dusting)
- Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
- Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
- Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
- Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
- Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
- Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
- Pemisahan rute (jalur) ventilasi
- Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya
kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi
tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA BIDANG KIMIA
2.1 Pengertian
Keselamatan Kerja[17]
Keselamatan kerja adalah
keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta tata cara melakukan
pekerjaan.
Tujuan keselamatan kerja adalah
:
1. Melindungi tenaga kerja atas
hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap
orang lain yang berada ditempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara
dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sasaran keselamatan kerja adalah
semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, dan di udara yang menyangkut proses produksi dan distribusi baik barang
maupun jasa.
Asas pokok keselamatan kerja
dicetuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan ketentuan yang
mewajibkan pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas di
mana ia menyuruh pekerja melakukan pekerjaan, demikian pula mengenai
petunjuk-petunjuk, sehingga pekerja terlindung dari bahaya yang mengancam
badan, kehormatan, dan harta bendanya mengingat sifat pekerjaan yang selayaknya
diperlukan. Sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban tesebut, ialah
pengusaha wajib mengganti kerugian yang menimpa pekerja dalam menjalankan
pekerjaannya, kecuali pengusaha dapat membuktikan bahwa tidak terpenuhinya
kewajiban tersebut disebabkan oleh keadaan yang memaksa atau kerugian yang
dimaksud sebagian besar disebabkan karena kesalahan pekerja sendiri[18]
2.2 Pengertian Kesehatan
Kerja[19]
Kesehatan kerja adalah
perlindungan bagi pekerja terhadap pemerasan/eksploitasi tenaga kerja oleh
pengusaha. Larangan memperkerjakan anak dibawah umur, pembatasan
melakukan pekerjaan bagi orang muda dan wanita, pengaturan mengenai waktu
kerja, waktu isirahat, cuti haid, bersalin dan keguguran kandungan bagi wanita,
dimaksudkan untuk menjaga kesehatan, keselamatan dan serta moral kerja dari
pekerja sesuai dengan harkat dan martabatnya serta layak bagi kemanusiaan.
2.3 Pengertian
Kecelakaan Kerja[20]
Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan,
hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan dapat dikarenakan oleh pekerjaan
atau pada waktu pelaksanaan pekerjaan.
Kecelakaan adalah kejadian yang
tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena kejadian tersebut
tidak terdapat unsur kesengajaan apalagi perencanaan, tidak diharapkan karena
kejadian tersebut disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang
teringan sampai yang terberat.
Bahaya pekerjaan adalah
faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan
kerja. Bahaya tersebut disebut bahaya potensial jika bahaya tersebut
belum mendatangkan kecelakaan, jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya
tersebut adalah bahaya nyata.
2.4 Kebijakan Pemerintah
Indonesia
Dalam Menghadapi Bahan Kimia[21]
Kebijakan pemerintah indonesia
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu bagian dari
kebijakan pemerintah di bidang perlindungan tenaga kerja yang telah digariskan
oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang antara lain berbunyi sebagai
berikut :
” Upaya perlindungan tenaga
kerja perlu terus ditingkatkan melalui perbaikan syarat kerja termasuk upah,
gaji dan jaminan sosial, kondisi kerja termasuk kesehatan, keselamatan dan
lingkungan kerja, serta hubungan kerja dalam rangka peningkatan kesejahteraan
para pekerja secara menyeluruh.”
Berdasarkan GBHN tersebut oleh
pimpinan Departemen Tenaga Kerja digariskan sebagai kebijakan Derparteman
Tenaga Kerja yang antara lain menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai salah satu prioritas.
Penanganan bahan kimia khususnya
bahan kimia berbahaya merupakan sasaran utama dalam rangka penanganan
keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini disebabkan karena bahan kimia
merupakan sumber dari malapetaka yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja, seperti kebakaran, peledakan, gangguan kesehatan yang merupakan
penyakit akibat kerja.
Kebijakan penanganan bahan kimia
khususnya dalam penggunaan dibidang industri/perusahaan pada dasarnya meliputi
kebijakan :
- Pembuatan peraturan/perundang-undangan
- Pengawasan
- Pendidikan/penyuluhan/training
- Survei/penelitian
- Informasi
- Standarisasi
- Kampanye
Ada
beberapa peraturan perundangan ketenagakerjaan khususnya yang menyangkut
perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta
penanganan bahan berbahaya. Peraturan perundangan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :
- UU No. 14/1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan, khususnya pasal 9 dan 10
- UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
- UU dan Peraturan Uap tahun 1930
- UU Petasan tahun 1932
- UU tentang Timah Putih tahun 1931
- Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida
- Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/198 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Pemakaian Asbes
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan di tempat kerja yang mengelola pestisida
- Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 02/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Kimia
Selain peraturan perundangan di
atas masih ada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh instansi di luar
Departemen Tenaga Kerja yang masih menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja
serta penanganan bahan berbahaya.
2.5 Undang-Undang
Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970[22]
Kebijakan pemerintah dalam
peraturan perundangan ketenagakerjaan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja banyak jumlahnya, tetapi pada dasar
teori ini penulis hanya menyajikan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 yang menurut
penulis dirasa cukup untuk mewakili penelitian ini.
Undang-undang nomor 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 sebagai pengganti
Veilighedsreglement Stbl.No.406 yang
berlaku sejak tahun 1910. Latar belakang penggantian Veilighedsreglement
tersebut sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum undang-undang no.1 tahun
1970 dikarenakan telah banyak hal yang sudah terbelakang dan
perlu diperbaharui sesuai perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja
lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik dan industrialisasi di Indonesia
dewasa ini dan untuk selanjutnya.
Pasal-pasal dari undang-undang
no.1 tahun 1970 yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Pasal 2 ayat 1, Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja , baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara , yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
- Pasal 2 ayat 2, Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana :
b. Dibuat, diolah, dipakai,
dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau di simpan bahan atau barang yang
dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuku
tinggi.
f. Dilakukan pengangkutan
barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di
permukaan air, dalam air maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat
barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun atau gudang.
m. Terdapat atau menyebar suhu,
kelembaban, debu , kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara atau getaran.
- Pasal 3, Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi
kecelakaan
b. Mencegah mengurangi dan
memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi
bahaya kebakaran
n. Mengamankan memperlancar
pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara
segala jenis bagunan
p. Mengamankan dan memperlancar
pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
Pasal 4 ayat 1,
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis,
dan aparat produksi yang mengandung dan menimbulkan bahaya kecelakaan.