KASUS PELANGGARAN HAM
Hak merupakan unsur
normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada
pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan
interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu
yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali
dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung
tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak
sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak
Asasi Manusia”.Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada
diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah
yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri
adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh
melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu,
pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Enam belas tahun
sudah tragedi Semanggi berlalu tanpa ada kepastian hukum. Saat ini
kembali bangsa Indonesia memperingati momentum Mei berdarah, yang telah
melahirkan pahlawan reformasi. Namun banyak orang sudah mulai lupa makna di
balik pejuangan para mahasiswa tersebut.Belum adanya titik terang kasus Trisakti-Semanggi
sangat erat hubungannya dengan pernyataan Jaksa Agung Hendarman Supandji bahwa
pihaknya kesulitan menangani kasus Trisakti sebagai pelanggaran berat HAM
(JawaPos, 13/05/2007). Tragedi Semanggi yang dikategorikan termasuk
Pelanggaran HAM berat, menjadi banyak tanda tanya di masyarakat. Oleh karena
itu tim penyusun makalah akan membahas lebih lanjut mengenai Tragedi Semanggi
itu sendiri, Kejahatan Berat, kaitannya dengan HAM dan penanganan dari
pemerintah sendiri.
Tragedi Trisakti
adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei1998,
terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi
menuntut Soeharto
turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas
Trisakti di Jakarta, Indonesia
serta puluhan lainnya luka.Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978 – 1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 – 1998),
dan Hendriawan
Sie (1975 – 1998).
Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat
vital seperti kepala, tenggorokan,
dan dada.
Ekonomi Indonesia
mulai goyah pada awal 1998,
yang terpengaruh oleh krisis
finansial Asia sepanjang 1997–1999.
Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/ MPR,
termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.Mereka melakukan aksi damai dari kampus
Trisakti menuju Gedung
Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh
blokade dari Polri
dan militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan
pihak Polri.Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak
mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai
menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai,
sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus
melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit
Sumber Waras.
Satuan pengamanan
yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil
Kepolisian RI, Batalyon
Kavaleri 9, Batalyon
Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan
Anti Huru HaraKodam
seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer,
dan SS-1.Pada
pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang
dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru
tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru
tajam. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah
peluru tajam untuk tembakan peringatan.
- Tragedi Simangi I 1998 dan Simangi II 1999
Tragedi Semanggi
menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang
Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian
pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11–13 November1998,
masa pemerintah transisi Indonesia,
yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi
Semanggi II terjadi pada 24 September1999
yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di
seluruh Jakarta
serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Pada bulan November 1998
pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk menentukan Pemilu
berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan.
Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie
dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR
Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan
mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/
TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan
mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat
besar dari seluruh Indonesia
dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di
Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah
mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian
ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah
tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.
Pada 24 September1999,
untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi
mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk
mengeluarkan Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah
mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa dari Universitas
Indonesia, Yun
Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas
Atma Jaya
Berdasarkan
fakta-fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian berbagai pihak, KPP HAM
menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya melanggar hak asasi manusia
seperti pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, perkosaan, perampasan
kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas
yang dilakukan oleh pelaku tertentu dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat
tersebut secara khusus adalah mahasiswa maupun masyarakat yang berdemonstrasi
terhadap kekuasaan politik untukmenuntut perubahan, termasuk terhadap rencana
melahirkan UU PKB.
KPP HAM memusatkan
perhatian pada tiga (3) rangkaian kejadian di sekitar kampus Trisakti 12-13 Mei
1998, di sekitar Semanggi 13-14 November 1998 (dikenal dengan peristiwa
Semanggi I), dan pada 23-24 September 1999 (dikenal dengan Semanggi II).
Meskipun kurun waktu terjadinya peristiwa tesebut berbeda, tiga rangkaian
peristiwa ini tidak dapat dipisahkan dan dilepaskan dari kebijakan pemerintah
dalam menghadapi gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat akan perlunya
reformasi.
Kekerasan-kekerasan
yang tidak manusiawi dan sangat kejam yang ditemukan dalam ketiga peristiwa itu
mencakup tindakan-tindakan di bawah ini :
a.
Pembunuhan
Telah terjadi
pembunuhan yang sistematis di berbagai daerah dalam waktu yang panjang, yaitu
pada Mei 1998, Nopember 1998, serta September 1999. Tindakan pembunuhan itu
dilakukan terhadap mahasiswa demonstran, petugas bantuan medis, anggota
masyarakat yang berada disekitar lokasi demonstran, ataupun anggota masyarakat
yang dimobilisasi untuk menghadapi demonstran. Pembunuhan serupa juga dilakukan
dalam kerusuhan massa yang diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di
Jakarta dan Solo pada Mei 1998 (lihat laporan TGPF).
b.
Penganiayaan
Telah terjadi
penganiayaan untuk membubarkan demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa
dan anggota masyarakat yang dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu disebut
ABRI). Penganiayaan ini terjadi secara berulang-ulang di berbagai lokasi,
seperti pada kampus Universitas Trisakti, dan Universitas Atmajaya, dan
Semanggi yang mengakibatkan timbulnya korban fisik (seperti terbunuh, luka
ringan dan luka berat) dan mental. Hal ini dikarenakan terkena gas air mata,
pukulan, tendangan, gigitan anjing pelacak dan tembakan sehingga harus
mengalami perawatan yang serius.
c.
Perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara
Terutama pada Mei
1998, telah terjadi tindak kekerasan seksual termasuk perkosaan yang
mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami trauma dan penderitaan fisik dan
mental. Trauma yang dialami sulit diatasi karena korban tidak berani tampil
untuk menceritakan apa yang dialaminya.
d.
Penghilangan paksa
Pada bulan Mei 1998,
telah terjadi penghilangan secara paksa terhadap 5 (lima) orang yang
diantaranya adalah aktifis dan anggota masyarakat yang hingga kini nasib dan
keberadaannya tidak diketahui. Dalam peristiwa ini, negara belum juga mampu
menjelaskan nasib dan keberaan mereka.
e.
Perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik
Sebagai bagian dari
tindakan kekerasan, dilakukan pula tindakan penggeledahan, penangkapan dan
penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melewati batas-batas
kepatutan sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Perbuatan ini
dilakukan sebagai bagian yang tidak terpisah dari upaya penundukan secara fisik
dan mental terhadap korban.
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia
sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar
atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM
baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan
suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana
terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM
Penanganan dan penyelesaian kasus Trisakti-Semanggi
tidak pernah mendapatkan kepastian hukum. Sepertinya keberadaan UU HAM, Komnas
HAM, dan KPP HAM tidak berdaya mengungkap tragedi kemanusiaan tersebut.
Ironisnya justru memunculkan perbedaan pendapat. Apakah tragedi berdarah ini
termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Sebenarnya ada apa dengan aparat
penegak hukum kita.
Di Indonesia, hukum seperti apa yang dalam
pelaksanaannya dapat mewujudkan penegakan hak-hak manusia. Tentunya hukum yang
benar-benar ditegakkan tanpa harus diwarnai dengan carut-marut dunia politik.
Bahkan dalam rangka melaksanakannya diperlukan orang-orang yang berani
menentang arus. Atau mungkin orang yang telah putus syaraf takutnya menghadapi
kedikdayaan penguasa.Demi kaum yang lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar